Beberapa tahun terakhir, pergantian tahun bagiku hanya berlalu begitu saja. Sejak terbiasa membuat target hidup per tiga bulan, pergantian tahun rasanya sama dengan pergantian kuartal. tidak ada yang benar-benar istimewa selain hanya berisikan target untuk pemenuhan diriku sendiri. Dalam target-target itu aku melihat ada namamu, di kala kita mulai mengenal satu sama lain.

Aku masih ingat bagaimana awal kita mulai dekat dengan sangat cepat. Seakan waktu berputar lebih kencang dibandingkan baling-baling pesawat yang hendak untuk terbang. Pada waktu itu, kamu bertanya kelak akan jadi apa kita nanti? Dengan deru angin yang berhembus menggoyangkan rambut kala itu, sehabis kita makan bersama. Aku juga tidak tahu, jawabku.

Saat itu hujan sedang turun dikala obrolan yang menggantung dan suasana yang kian hening. Hujan masih belum juga berhenti, sedang kita tidak bisa beranjak pulang dan harus menunggu. Rasanya seperti sedang terjebak dan tidak tahu harus bagaimana. Semua itu membawa kembali pada kenangan yang membuat aku berpikir, apakah hidup akankah selalu seperti ini setiap harinya. Seperti labirin yang setiap kali kamu telusuri akan kembali kepada dimana awal kamu melangkahkan kaki. Tetap berada pada titik yang sama dan tidak punya daya dan upaya sekuat apapun kita mencoba.

Perlahan pandanganmu kearah bawah, kamu menunduk tersedih "Lihatkan? Raut wajah sedihmu itu menandakan hujan akan turun lebih lama" kataku dalam hati. Kamu itu hanya ingin keajaiban, sesuatu yang tidak mungkin untuk dirimu, walau aku mengerti bahwa yang kamu butuhkan hanya jawaban yang penuh kepastian, agar hatimu tidak merasa begitu ragu dan lelah dengan sesuatu yang samar. Tapi apabila semua pertanyaan dalam hidup ini sudah ada jawabannya, lantas dimana letak tantangan proses manusia dalam menggali dan memahami makna hal tersebut atau memutuskan untuk menjalin sebuah komitmen baru? aku terhanyut dalam obrolan pikiranku sendiri.

Tubuhku secara tidak sadar mulai mendekati dan duduk disampingmu, mencoba untuk menenangkan dan berkata "Maaf aku belum mampu untuk bisa menjawab itu sekarang, masih banyak hal yang mau aku kejar dan dapatkan tapi jika kamu percaya dengan kita, kelak dipersimpangan berikutnya kita dapat berjumpa dan bersama kembali dengan keadaan yan jauh lebih baik dari saat ini." Sampai malam itu, obrolan kita terhenti pada bagaimana kelanjutan hubungan kita, sebuah hubungan yang sedang kujalani saat ini dan malam itu kamu memberikan aku alasan penting yang sangat bermakna.
Manusia itu, tidak bisa diandalkan dan tidak pernah bisa mampu dalam memberikan kepastian. Jadi salah besar bila kita menaruh harapan padanya, bukan pada diri kita.

Aku sadar bahwa memang tidak bisa sepenuhnya dapat memenuhi setiap pinta untuk sekedar mengiyakan ketika kamu menangis atau menginginkan sesuatu dari kita, aku mengkhawatirkan bagaimana efeknya nanti denganku ketika semua yang aku putuskan bukan dengan kondisi dimana secara sadar; justru membuat jauh lebih bahaya dan merasa menjadi hal yang harus aku lakukan bukan atas kemauanku sendiri. Percayalah hal itu tidak memberikan kenyamana yang cukup. Hingga pada malam itu aku mencoba untuk mulai jujur pada diriku sendiri buat lebih belajar mendengarkan dan hal-hal yang mendewasakan juga lebih berhati-hati lagi dalam setiap mengambil keputusan dan mengeejar kebutuhan yang diinginkan oleh diri.