Malam ini, aku terbangun karena perutku berbunyi, ternyata aku lapar dan sedikit pusing juga. Mungkin ini karena saat sahur semalam aku sempat kehilangan nafsu makanku. Juga saat waktu berbuka pun, hanya sedikit makanan yang masuk keperutku. Hingga sampai aku pulang kerja dan sampai rumah, akupun tidak makan. Bukan karena tak mau, tapi ibu masih terlihat seperti sibuk beberes sambil menghitung stok jualan onlinenya hingga tak sempat untuk memasak makanan untuk kami. Jadi, akupun memilih untuk mandi dan berganti baju, masuk kekamarku untuk beristirahat.

Setengah jam berlalu, ibu memanggilku turun untuk mengajakku makan malam bersama selepas isya, tapi sayangnya mataku sudah tidak kuat untuk menatap, badanku terasa mendadak berat untuk digerakkan. Hingga kantuk itu membuatku terlelap. Jadi, karena itulah malam ini perutku berbunyi. Meminta haknya untuk diberi asupan energi setelah lelah seharian beraktifitas. Kini jam dinding kamarku menunjukkan waktu jam 1 pagi.

Aku mulai berdiri, merapihkan kamarku sejenak lalu membuka pintu kamarku pelan-pelan. Kulihat dibawah suasananya sudah gelap. Akupun turun perlahan berjalan menuruni tangga menuju dapur, selangkah demi selangkah. Tapi beberapa langkah terakhirku itu tiba-tiba terhenti saat mendengar isak tangis seseorang. Aku tidak dapat menebak jelas suara siapa itu, yang aku lihat hanyalah secercah cahaya yang keluar dari pintu kamar ibu yang sedikit terbuka, dan benar saja saat ku mendekat mengendap-endap kudapat melihat ibu yang sedang duduk seraya memejamkan mata dan juga mengangkat kedua tangannya, ibu yang masih terisak diatas sajadah dan dengan mukena biru muda yang ia gunakan. 

Aku yang dalam posisi seperti maling itupun, tak tahan melihat itu tapi dilain sisi akupun tidak bisa berbuat apapun, hingga akhirnya aku memilih meninggalkan ibu dalam suasana itu. Aku memilih kembali kedapur mengambil piring juga lauk untuk aku makan, memenuhi rasa laparku. Saat aku buka lemari makan, ada aroma yang tak asing buatku. Ternyata ibu sore itu memasak Dendeng Balado dan Sayur Asem, makanan kesukaan ayah dan juga aku. Aku yang tergoda dengan aroma masakan buatan Ibupun mulai memakannya perlahan diruang tamu yang dibalik dindingnya adalah kamar ibu. Sesekali saat aku sedang makan, aku mengambil gawaiku untuk membalas beberapa pesan dari kawan. Sesekali itu juga aku tak sengaja mendengarkan suara ibu yang mulai parau kehabisan suaranya. Sungguh tak tega aku mendengar tiap kalimat lirih yang ibu keluarkan.

5 menit berlalu, setelah aku makan dan mencuci piring dibelakang dapur, kamar ibu masih terbuka dan kulihat lagi Ibu sudah tidak berada diatas sajadah dengan mukena biru mudanya itu. Yang kulihat adalah ibu sedang memeluk sesuatu, kini aku masih menerka-nerka apa benda yang ibu pegang itu, mencoba melanjutkan langkah mengendapku lalu memicingkan mata agar dapat melihatnya lebih jelas. Bentuk barang yang ibu pegang adalah segi empat dengan warna cokelat, kulihat ada foto ditengahnya, sosok itu mirip seperti foto ayah. Iya benar, itu ayah.

Aku setelah mengetahuinya, secara spontan ikut terbawa suasana yang disaksikan hingga tak terasa air mataku juga mengalir kepipi dan mulai berjatuhan. Aku kini dapat mengerti mengapa ibu dapat bersikap demikian. Membayangkan betapa besar rasa rindunya ia dengan kekasih hatinya itu. Cinta pertama dan cinta terakhir dalam hidupnya. Yang pernah datang kerumahnya, bertemu dan meminta ijin dengan kedua orangtuanya untuk meminangnya jadi istri ayah. Dan sekarang ibu dengan harus mengalah pada keadaan, menyimpan berat bebannya itu juga memposisikan dirinya seperti kepala keluarga setelah kepergian ayah. Aku faham betul bagaimana perjuangan seorang ibu, tapi sebenarnya ibu butuh sekali untuk dikuatkan meski setiap hari beliaulah yang menguatkan anak-anaknya.

Diruang kamar itu, ibu masih dalam posisi miringnya kekanan, ia masih tergugu. Pundaknya berguncang. Sesekali kudengar ia juga sesegukan. Tak pernah aku seumur hidup melihat beliau menangis sehebat itu. Ingin rasanya dalam hatiku berlari memeluknya dengan erat, menghapus airmatanya, memberinya minum juga mendengarkan agar dapat sedikit menenangkan juga menyenangkannya. Tapi, saat itu aku tak cukup berani menuruti apa kata hati. 

Hingga kusadari, jarum jam pada tanganku menunjukkan hari ini tanggal 01 Juni, tersontak hebat aku yang lupa bahwa hari ini ayah berulang tahun, hari saat ayah dilahirkan tepatnya 55 tahun lalu. Dan ku dapat mengerti kini, ibu sedang merindukan ayah sangat dalam, membayangkan bagaimana membuatkan masakan kesukaan suami juga anaknya. Lebih-lebih, pasti ibu lebih merindukan sosok kasih sayang dan bijaksananya ayah. Meski, akupun tak mau mengandai-andai apa jadinya jika ayah pun kembali ada sekarang. Karena itu adalah hal yang tak mungkin lagi ayah hadir di tengah-tengah kami, yang ada itu hanya akan semakin membuat kami tak bisa menerima ketetapan yang Allah berikan.

Kata ibu, mengikhlaskan takdir ini terjadi, adalah salah satu cara terbaik menyikapi kepergian Ayah. Meski sedalam dan sesakit apapun rasa cinta saat ditinggalkan. Itu juga demi kebaikan ayah, supaya ayah juga tenang disana.

Meski nyatanya, akupun tidak bisa sepenuhnya menelan nasihat dari ibu dan bersikap tidak terjadi apa-aoa. Terkadang aku masih suka merasa seolah-olah ayah hanya pergi dinas dan besok pulang. Masih melihatnya tiap pagi sebelum berangkat pergi kerja, menonton tivi diruang tamu hingga tertidur pulas disofa dan seterusnya. 

Tapi, pada satu waktu aku faham dengan sendirinya. Bahwa memang benar kata ibu, kita harus belajar mengikhlaskan. Sepahit dan sesulit apapun keadaannya. Semua yang hidup suatu saat akan kembali padaNya. Mungkin memang saat ini jasad ayah telah tiada tapi aku yakin jiwa dan harapan ayah pada keluarga ini akan selalu tetap ada. Ia hidup dalam kenangan dan memori orang-orang yang mencintai dan tidak melupakannya. Dalam hati ibu dan juga aku.

Ayah, Selamat ulang tahun ya yah,
Aku janji akan selalu ada buat ngelindungin ibu.
Meskipun, aku masih belum cukup,
untuk bisa menggantikan posisi ayah.
Tapi aku akan berusaha membahagiakan Ibu yah,
Semampu usaha yang aku bisa.
Sampai bertemu lagi ya Yah.
Sampai jumpa dikehidupan yang lain.