Kudengar dan perhatikan, ada seseorang lelaki yang bernama Fajar itu ternyata menyimpan perasaan kepada seorang perempuan. Perempuan itu bernama Senja. Juga kudengar itu dari sudut kedua bola matanya yang berwarna cokelat, kuperhatikan pula dari bagaimana ia melihatnya jauh dari sebelum matahari pagi terbit, sebelum dahan pada pohon penuh terisi embun, juga ayam kampung yang berkokok atau alarm gawai yang berdering membangunkannya. Tepat setelah kejadian itu ia baru tersadar memahaminya. Kejadian dimana ia pernah melihat dan merasakan bagaimana rasanya kasih yang tak terlihat dan berbentuk sinar itu, dari seseorang yang ia cintai namun hilang setelah dicari. 


Jauh sebelum kejadian itu. Semuanya terlihat jelas, bagaimana saat Fajar memandang Senja, masih dapat mendengar suara riuh angin yang datang, burung-burung yang berkicauan juga klakson kendaraan yang saling bersahutan, hingga melihat barisan awan berwarna jingga dilangit yang konon katanya berbentuk layaknya bunga, seperti perasaannya kini yang tengah berbunga-bunga, kepada seorang perempuan yang ia panggil Senja. Begitulah rupanya, seperti oranglain memandang langit ketika sore hari. Begitu teduh, indah dan menenangkan bagi Fajar.

Senja adalah seorang perempuan yang tidak pandai berbohong, namun ia tidak pandai untuk menyembunyikan segala perasaan yang dimilikinya, terutama pada lelaki yang ia suka. Terlihat jelas bagaimana rona merah muncul diwajahnya, juga terlihat mudah saat ia malu, marah, atau hal-hal lain yang membuncahkan perasaannya. Senja adalah tipikal perempuan yang terlalu polos untuk usianya, ia juga tidak pandai untuk berpura-pura. Perasaannya kepada lelaki yang dipanggilnya Fajar itu sudah seperti matahari, begitu hangat dan terang benderang. Siapapun yang mengenal Senja, sudah pasti mereka bisa menerka bila Senja sedang jatuh hati pada seorang laki-laki. Dan laki-laki yang itu, bukan yang lainnya. Dihatinya sedang mengharapkan sebuah pertemuan dengan ia, bagaimanapun caranya.

Senjapun mulai menuliskan beberapa puisi juga isi perasaan yang dirasakannya pada Fajar didalam buku pribadinya yang berwarna oranye itu, walaupun dalam tulisannya itu terlalu apa adanya, bahkan ia tidak menyembunyikan atau mengganti nama samaran yang lain agar tidak ketahuan. Senja yang begitu polosnya tentang cinta, seperti melihat kisah cinta anak SMA yang baru bermekaran. Sedikit berliku dan tantanga namun lebih banyak lucu dan keluguannya. Namun, satu hal yang aku tahu. Perasaan yang dimiliki oleh Senja itu tidak bercanda, ia memang seperti itu transparan apa adanya. Akan tetapi perempuan yang tidak pandai menyembunyikan perasaan. Bukankah banyak juga yang terlihat seperti Senja? Tidak juga, nyatanya sebagian perempuan selain pandai berpura-pura, ia juga banyak yang memilih menyembunyikan perasaannya itu dalam-dalam.

Kembali ke Fajar, sosok lelaki  yang dicintai oleh Senja itu, adalah lelaki yang hidupnya penuh dengan kesialan. Ia terlalu lamban dan dingin untuk mulai merasakan sentuhan hangatnya sinar cinta dari Senja yang begitu terlihat merah merona. Lelaki itu terus menerus bersembunyi dibalik gelap bayang. Sampai suatu hari, saat senja perlahan mulai tenggelam, ia baru bergerak untuk mulai mencoba mencari-cari kesana kemari seraya melihat arah langit yang masih memantulkan sinar hangat dari Senja. Juga bertanya, mengapa langit yang ia pandang perlahan berubah menjadi seperti mendadak gelap tanpa cahaya seperti sekarang ini. Pun dingin.

Suatu hari, setelah beberapa kali kejadian hal yang sama. Perasaan Senja perlahan mulai reda dan sinarnya tiap hari mulai meredup. Sadar untuk mengetahui jika perasaannya yang menyinari langit hanya menyala-nyala tanpa arti dan berada pada tempat yang tidak seharusnya diperjuangkan, tempat yang sudah tidak bisa lagi diubah apalagi untuk menumbuhkan sesuatu apapun itu bentuknya.

Dan dari kejadian kelamnya itu, Senja perlahan mulai tumbuh dan dibesarkan oleh garis waktu yang telah dilewatinya tetap bertahan hingga kini Senja telah menjadi seorang perempuan yang berbeda dari sebelumnya, perempuan yang berhasil belajar dari kesalahannya dahulu. Kesalahan karena telah menaruh harap pada Fajar yang tak kunjung datang menegornya.Walau Senja tak tahu, pada hari itu Fajar telah berusaha mencarinya dan berakhir dengan menangisi kepergian Senja. Fajar berkata:

 "Aku telah mendengarmu, Senja. Dikala sinar merah meronamu perlahan mulai tenggelam, aku sudah berusaha mencarimu namun kamu sudah tiada (pergi)."