Di tengah pandemi ini, mungkin kita lupa untuk menanyakan bagaimana kabar nasib para guru honorer diseluruh negeri. Gelombang wabah virus corona (Covid-19) benar-benar berbeda dari tahun sebelumnya. Memaksa seluruh unsur pendidikan mulai dari hulu hingga hilir berubah dalam waktu yang relatif singkat. Juga hari ini, 2 Mei yang diperingati sebagai hari pendidikan nasional, apakah kita ada kita yang ingat, peduli dan memperhatikan kesejahteraan mereka? Mudah-mudahan Mas Menteri beserta jajarannya tidak melupakan mereka. 

Juga kita, yang memiliki kemungkinan hidup ditengah-tengah mereka saat ini. Gelar dan ilmu seharusnya dapat dipergunakan untuk saling membantu dan memperhatikan sesama, bukan saling sibuk menyombongkan dan terlihat lebih baik dibandingkan yang lain.Mari kita flash back sejenak, jauh sebelum tidak terjadi Wabah Corona saja, nasib para guru honorer sangat memprihatinkan. Masih ada di antara mereka, di pelosok desa, yang diupah hanya Rp300-500 ribu rupiah saja setiap bulannya. Itu pun kadang proses pembayarannya tidak selalu lancar.


(dalam gambar: guru honorer yang datang kerumah siswa untuk memberikan tugas dan pembelajaran ditengah pandemi corona dari satu pintu ke pintu lainnya)

Dan saat ini, ditengah pandemi ini kita masih melihat banyak sekali para guru honorer yang mereka makin terbebani tugasnya. Mengajar dan memberi tugas kepada anak didiknya, satu persatu dari rumah kerumah. Walaupun disaat yang sama, Mas menteri tengah menggebor-geborkan ide Belajar dari Rumah. Tapi nyatanya tidak efektif bagi mereka yang tahu persis kondisi lapangan dan keterbatasan dari para orangtua murid. Mereka faham bahwa banyak orangtua siswa yang tidak memiliki biaya untuk membeli telepon genggam, akses internet maupun pengetahuan bagaimana mengakses google clasroom sebagai media belajar dan tugas yang digunakan sebagian guru diperkotaan. Dan semua masalah itu luput dari penglihatan kita, sedangkan orangtua siswa menitipkan masa depan anak mereka pada garda terdepan dunia pendidikan, para guru honorer ini. 

Walaupun perlu kita apresiasi, Mas Menteri sedang memberikan kado pada para guru honorer untuk menunjang kebutuhan mereka selama pandemi, tapi hanya bagi mereka yang telah terdaftar di dapodik saja.Sedangkan dipelosok negeri masih banyak guru yang tidak terdata atau bahkan kesulitan untuk mengurusnya karena keterbatasan informasi yang tersedia.Sekolah swasta pun terdampak dari virus corona ini, ada sebagian dari mereka yang bertahan dengan nafas terengah-engah, kadang masih tega menunggak gaji para pengajar tidak tetapnya. Sebab tak ada pilihan lain? Atau karena mereka tidak lebih penting dari pengurus yayasan yang tidak memperhatikan prioritas kebutuhan hidup para tenaga pendidiknya? Sungguh miris bukan.

Namun, tak sedikit dari para guru ini tetap ikhlas mengajar. Tak sedikit dari mereka yang bekerja sampingan. Ada yang menjadi pengemudi ojek online, menjadi sales asuransi, atau berjualan sekadarnya bahkan ada yang rela jadi penambal ban dipinggir jalan. Apa saja untuk menyambung hidup mereka, yang penting selama itu halal dan tidak merugikan orang lain. Satu-satunya yang tak ingin mereka tinggalkan adalah mengajar, teringat janji dahulu di bangku kuliah keguruan untuk mengabdi mencerdaskan anak bangsa dan meningkatkan kualitas dari dunia pendidikan itu sendiri. Semua cerita itu dapat kita baca bersama disiniKini, di masa pandemi, hidup mereka lebih susah lagi.

Beberapa barangkali sudah tak bisa mengajar lagi. Honor sementara hilang. Sementara kebutuhan dapur harus terus ngebul dan perut harus tetap terisi, anak-istri mereka butuh makan, kontrakan, listrik dan air juga harus dibayarkan setiap bulannya. Mereka sangat membutuh bantuan, jika pemerintah terlalu lamban untuk memberikan bantuan, tidak mungkin mereka mengemis pada kita. Akan tetapi apa yang termuncul dari indera kita seharusnya membuat kita peka membantu mereka, semampunya kita.


Dan ironisnya, ditengah gembor-gembornya isu bantuan dari pemerintah pusat dan daerah, saat mereka mendatangi RT atau RW setempat untuk menanyakan bantuan tersebut, jawabannya, "Para Honorer tak masuk kategori penerima bantuan." Status mereka ini memang membingungkan. Di satu sisi mereka memang bukan pengangguran, di sisi lain mereka bisa jadi hampir lebih susah dari yang tak punya pekerjaan karena punya tanggungan dan kewajiban yang harus dipenuhi.

Paling tidak, para pengagguran disediakan kartu pra kerja yang konon bisa menyedot anggaran negara hingga Rp5,6 triliun itu. Tapi itu juga tidak benar-benar membantu sepenuhnya. Uang yang diberikan tidak bisa dicairkan. Mereka harus terlebih dahulu ikut kursus daring ditengah keterbatasan waktu yang dimiliki, lagipula mereka harus belajar apa, membuat risoles keju atau memancing ikan itu? Yang sama sekali tidak mugkin disampaikan kepada anak didik sewaktu mereka mengajar bukan. 

Dan tentu uang saku yang Rp600 ribu setiap bulan itu bisa jadi lebih besar dari upah bulanan para guru atau pengajar PAUD di luar masa pandemi. Sungguh ironis dan cacat sekali sistem dan kebijakan ini tidak terasa adil dimata mereka, yang sering kita sebut para pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Tapi, dari semua penyampaian diatas. Mudah-mudahan saya yang memang keliru, memang ada dana bantuan yang dianggarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mereka, para guru honorer. Bukankah sudah ada peraturan menteri nomor 19 tahun 2020 terkait pencairan honor di atas 50% dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler? Tentu itu bagus. Itu kabar baik. Tetapi mendorong honor agar bisa dibayarkan tepat waktu, boleh dianggarkan lebih dari 50% dari dana BOS, tanpa ketentuan yang memberatkan, tanpa syarat NUPTK, seharusnya sudah dikerjakan dari dulu. Karena itu memang hak mereka. 
Selain itu membutuhkan jaring pengaman sosial yang lebih baik agar mereka terbantu dalam proses pengajarannya dan bisa diandalkan untuk dapat bertahan di masa pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhirnya ini. Kemendikbud saja memperkirakan sampai akhir tahun. Maka seyogyanya ini dapat menjadi prioritas bersama akan perlunya mekanisme dan terobosan lain yang lebih memanusiakan para pahlawan tanda jasa ini dan juga dunnia pendidikan agar masalah ini dapat segera terselesaikan. Semisal guru honorer dimasukkan ke dalam kelompok rentan yang juga perlu mendapatkan bantuan dari pemerintah baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah? Atau ada kebijakan yang dikeluarkan tentang  pengalihan anggaran untuk menopang kesejahteraan mereka di masa krisis ini mis: dana-dana festival, kunjungan daerah, atau dana rapat koordinasi tingkat kementerian. Semua itu dialihkan sementara untuk membantu para pejuang pendidikan yang kesulitan: guru honorer, pengajar PAUD, OB dan satpam sekolah, dan seterusnya? Ini hanya usul saja, untuk kebaikan mereka.
Saya tidak menuliskan artikel ini sebagai kritik, tetapi sebagai bentuk kepedulian dan empati saya terhadap pendidikan dan tenaga pendidik. Di saat profesi lain, buruh yang berdemo terus disuarakan dan diperjuangkan hak serta nasibnya di masa pandemi, saya kira guru honorer juga layak mendapatkan perhatian serupa, bahkan seharusnya lebih. Mereka tidak perlu kita rendahkan harkat dan martabatnya dulu untuk disebut rakyat miskin agar layak mendapatkan bantuan, bukan? Sungguh miris bila sampai kita menunggu hal itu kejadian. Disaat negara lain sangat menjunjung tinggi tenaga pendidik mereka dan diprioritaskan kebutuhannya.

Jika pemerintah mendorong masyarakatnya untuk tetap belajar di rumah saja, e-learning, kursus daring, atau semacamnya. Jangan-jangan masih banyak guru honorer yang masih kesulitan, bahkan untuk makan atau membeli pulsa saja harus menghutang. Kita tidak tahu bagaimana isi dompet dan saldo rekening mereka bukan?

Maka seyogyanya, di hari pendidikan nasional ini, di tengah pandemi seperti sekarang ini, kita harus perbanyak evaluasi dan berefleksi diri dengan cara apa kita dapat membantu dan sekedar berterima kasih pada mereka? Tentu ucapan selamat hari pendidikan nasional saja tidak cukup. Mereka tidak bisa mengenyangkan perut dan merasa tentram dengan menerima ucapan dari kita saja bukan? 


UNTUK KALIAN PARA PAHLAWAN TANPA TANDA JASA DAN JIWA PEMBELAJAR. TETAP SEMANGAT TETAP MENGGELORA UNTUK MENCERDASKAN ANAK BANGSA DIMANAPUN KALIAN BERADA. MENDIDIK ADALAH MEMIMPIN! Tabik!