A. Menyambut 100 tahun Indonesia



Memang ada apa di tepat pada satu abadnya Indonesia? Sepertinya banyak sekali orang yang sibuk membicarakannya, walaupun sebagian kecil ada juga yang tidak tahu mengenai hal itu. Tapi poin pentingnya adalah, akankah Indonesia di waktu tersebut sudah bermetamorfosa menjadi negara maju? Mungkin saja tidak, bisa saja iya. Jawaban itu dapat kita temukan dari apa yang sedang direncanakan negara saat ini.

Tapi sebelum melanjtkan poin itu, bila misal Indonesia menjadi negara maju kemudian apa kabarnya dengan negara maju saat ini, apa mereka akan tumbuh mengalami status baru menjadi "negara sangat maju"? Tentu saja kita tidak boleh mengabaikan hal itu. Karena tentu saja secara logika peningkatan negara maju itu tidak akan stagnan (tetap) apalagi diam, meskipun saat ini para negara berkembang dapat berubah menjadi negara maju dimasa depan untuk bersaing akan tetapi tingkatan tersebut akan terus tumbuh seiring dengan kemutakhiran jaman.

Mengenai topik ini saya mulai dari momen pidato pembukaan acara silaturahmi nasional ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) di Kendari tanggal 9-12 Desember 2011 oleh Presiden Republik Indonesia ke-3 sekaligus Ketua Dewan Kehormatan ICMI, Bapak B.J. Habibie. Beliau dalam pidatonya mengatakan 4 poin penting tentang kondisi Bangsa Indonesia, bahwa (1) kita kaya tapi miskin, yaitu SDA melimpah tapi miskin penghasilan; (2) kita besar tapi kerdil, amat besar wilayah dan penduduknya namun buruk dalam pengelolaannya; (3) kita kuat tapi lemah, kuat dalam anarkisme tapi lemah dalam tantangan global; dan (4) kita indah tapi buruk, indah dalam potensi dan prospeknya namun buruk dalam pengelolaannya.

Bila kita baca poin diatas berulang-ulang, tentu hati kita akan sedih dan prihatin dengan kondisi yang disampaikan Pak Habibie. Mengapa demikian, ---menurut beliau--- karena kita terjangkit “penyakit orientasi” yang lebih;  (a) mengandalkan SDA daripada SDM, (b) berorientasi jangka pendek daripada jangka panjang, (c) mengutamakan citra daripada karya nyata, (d) melirik makro daripada mikro, (e) mengandalkan penambahan biaya (cost added) daripada penambahan nilai (value added), (f) berorientasi pada neraca pembayaran (gaji dan tunjangan) dan perdagangan (penghasilan)  daripada neraca jam kerja (produktifitas dan karya), (g) menyukai jalan pintas seperti: korupsi, kolusi, penyelewengan, dsb daripada kejujuran dan kebajikan, dan (h) menganggap jabatan sebagai tujuan daripada sebagai sarana untuk mencapai tujuan/ amanah (power centered rather than accountable)

Apalagi bila kita melihat perbandingan dulu dan nanti, pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa indonesia telah berpenduduk sekitar 61 juta dan ketika memasuki usia  100 tahun kemerdekaan (menurut BPS) dan di tahun 2045, diprediksi jumlah penduduk Indonesia akan  mencapai 340 juta dengan 180 juta di antaranya termasuk usia produktif 15-24 tahun. Kondisi tersebut lazim disebut sebagai jendela demografi (window of demography) yang dapat berdampak kepada salah satu dari dua kemungkinan yakni: bonus demografi (demography dividend) atau justru sebagai kutukan demografi (demography diases). Jendela demografi dapat menjadi bonus demografi apabila profil penduduk Indonesia berkualitas, sehingga merupakan potensi bagi negara untuk melakukan akselerasi ekonomi dengan menggenjot industri manufaktur, infrastruktur dan UMKM, karena berlimpahnya angkatan kerja. Sebaliknya, jendela demografi dapat pula berubah menjadi petaka atau kutukan demografi, yang akan menghasilkan pengangguran massal dan menjadi beban negara, manakala negara tidak melakukan investasi sumberdaya manusia (human capital investment) mulai dari sekarang.

Para calon pemimpin bangsa Indonesia tahun 2045  saat ini adalah mereka yang sedang duduk di bangku sekolah, baik pendidikan usia dini, pendidikan dasar atau pendidikan menengah.  Bila merujuk pada dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun oleh Menko Perekonomian, bahwa pada tahun 2025 Indonesia menjadi negara yang mandiri, maju, adil dan makmur dengan pendapatan perkapita 15.000 dollar AS/tahun dan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia. Lebih jauh, pada tahun 2045 Indonesia diproyeksikan menjadi satu dari 7 kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan perkapita 47.000 dollar AS/tahun. 

Pada buku “The Limits to Growth”, setidaknya ada lima variabel yang saling ketergantungan dalam permasalahan di dunia yakni (1) pertumbuhan penduduk, (2) kebutuhan bahan pangan, (3) eksploitasi sumberdaya alam, (4) pertumbuhan industri, dan (5) kerusakan lingkungan. Variabel-variabel tersebut mengindikasikan: tumbuh dengan kecepatan yang bersifat eksponensial,  jika kelima variabel tersebut terus berjalan seperti sekarang; maka planet bumi diprediksi hanya mampu memberi daya dukung kehidupan manusia selama 100 tahun lagi; atau masih ada kesempatan bagi manusia agar tidak terjadi peristiwa yang digambarkan tersebut, dan makin cepat berbuat, peluang tingkat keberhasilannya makin besar. Dan dari buku ini pula, banyak orang yang mempercayainya yakni dengan lahirnya film "Avenger: Infinity war" dimana sosok Thanos yang mengutarakan menghapus sebagian penduduk agar alam seimbang.

Selanjutnya, ada empat skenario yang dikembangkan oleh Tim Lemhamnas untuk memprediksi generasi pemimpin di tahun 2045, masing-masing skenario dinamai dengan (1) skenario Mata Air, (2) skenario Sungai, (3) skenario Kepulauan, dan (4) skenario Air Terjun.

1. Mata air


Dalam skenario mata air, Indonesia akan diisi oleh generasi baru yang punya pandangan berbeda dengan pendahulunya. Penduduk Indonesia mulai didominasi oleh generasi yang berpendidikan tinggi, menguasai teknologi komunikasi, aktif bermedia sosial, dan terpapar dengan nilainilai global. Mereka adalah generasi yang berasal dari keluarga biasa tetapi terpisah dari generasi pendahulu. Menurut kelompok ini, mempertahankan kesatuan NKRI harus lebih didasarkan pada prinsip integrasi fungsional dibandingkan dengan integrasi historis. Generasi inilah yang akan menempati posisi penting di bidang politik, birokrasi, bisnis, dan ormas. Mereka akan mengkritik kekuasaan secara lugas dan setiap ketidak-adilan akan dilawan melalui ormas dan kekuatan politik. Kebijakan publik masih diwarnai percampuran kepentingan bisnis dan politik yang menyebabkan suhu politik meningkat. Di tingkat daerah, kualitas institusi dan sumberdaya manusia belum merata,  menyebabkan masih sering terjadi korupsi, dan gesekan sosial antara putra daerah dengan pendatang sebagai akibat persaingan untuk memperoleh akses sumberdaya ekonomi. Ketimpangan antardaerah masih terjadi sehingga memunculkan aspirasi pemisahan diri.

2. Sungai
Hasil gambar untuk meme sungai
Dalam skenario Sungai, disebutkan bahwa Indonesia pada tahun 2045 telah mampu keluar dari ancaman “failed state” karena telah menjadi negara industri yang cukup maju dengan struktur ekonomi “belah ketupat” (jumlah kelas menengah lebih banyak dibanding dengan jumlah penduduk miskin maupun konglomerat). Kemitraan antara sektor besar, menengah, dan kecil berjalan baik; didukung oleh infrastruktur, tata ruang, reforma agraria, kebijakan perbankan, fiskal, moneter, dan pasar modal. Hasilnya, sektor agroindustri berkembang dan terjadi peningkatan kemakmuran di pedesaan karena dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih tinggi. Juga terjadi sinergi antara semua pelaku ekonomi dengan pemerintah, parlemen, dunia riset dan pendidikan. Menurut Suhardi Alius (Sekretaris Utama Lemhanas) skenario Sungai ini sejalan dengan prediksi McKinsey (2012) bahwa Indonesia tahun 2023 menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ke-7 dunia yang memiliki 135 juta orang kelas menengah dan 113 juta orang pekerja berkemampuan. Namun akan menimbulkan dampak pada kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sosial serta korupsi yang masih menjadi tantangan besar.

3. Kepulauan
Hasil gambar untuk meme pulau
Dalam skenario Kepulauan, disebutkan bahwa pada tahun 2045 Indonesia tetap eksis di tengah-tengah peradaban modern dunia sebagai bangsa yang multi-etnis, multikultur, bangsa pluralis dengan kadar nasionalis yang tipis. Bangsa Indonesia makin tidak menjiwai kesepakatan dasar bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Kekuatan militer makin besar namun belum efektif dan efisien karena penguasaan teknologi kurang memadai. Indonesia disibukkan dengan pengamanan poros maritim dunia dan eksplorasi bawah laut yang dilakukan oleh negara lain di sekitar Indonesia. Regionalisasi pengaturan operasional penerbangan wilayah udara Indonesia masih dikendalikan oleh negara tetangga; termasuk kedaulatan Indonesia masih banyak diatur oleh negara lain.


4. Air terjun
Hasil gambar untuk meme air terjun
Dalam skenario Air Terjun, Indonesia di tahun 2045 sudah mulai dengan perencanaan pembangunan yang berbasis rendah karbon. Pembangunan rendah karbon menjadi strategi utama untuk meningkatkan ketahanan energi dalam negeri; sedangkan kedaulatan pangan pada masa sekarang dijadikan fokus utama dalam mengelola ketahanan pangan tahun 2045. Pemerintah secara bertahap meninggalkan praktek pengambilan keputusan berdasarkan pada keuntungan dan kepentingan jangka pendek. Pembangunan dilakukan dengan memperhatikan prinsip keberlanjutan (sustainability); sektor swasta berperan aktif membiayai program-program pembangunan berkelanjutan melalui konsep “green banking and green financing”. 

Semua skenario tersebut hanya gambaran yang diprediksi dari berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Namun hal itu semua tergantung bagaimana kemampuan, tekad, dan kecerdasan pemerintah dalam mengelola dan memanfaatkan peluang dan tantangan dalam kerangka NKRI di masa depan. 

B. Mengenal Generasi Emas
Hasil gambar untuk meme generasi emas
Menurut Kopeuw (2015) ada dua pengertian tentang Generasi Emas. Pertama, generasi emas berkaitan dengan bagaimana keadaan generasi Indonesia ketika berusia 100 tahun merdeka, dan yang kedua adalah generasi emas dalam penjabaran kata “EMAS”. Sebagai bangsa yang besar dengan modalitas yang sangat luar biasa; baik sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya kultural, maupun sumberdaya lainnya; sudah saatnya dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Generasi Emas juga dapat dijabarkan "EMAS” yaitu Energik, Multitalenta, Aktif, dan Spiritual. Harapannya membangun generasi Emas Indonesia 2045 adalah agar generasi baru tersebut yang Energik, Multritalenta, Aktif, dan Spiritual; yakni generasi yang cerdas, siap bersaing di era modern, globalisasi dan penuh kompetitif. Energik artinya penuh energi atau bersemangat. Dengan bersemangat akan melahirkan rasa optimis dan memiliki kekuatan yang mengarahkan aktivitas hidupnya. Generasi emas adalah generasi yang selalu menunjukkan sehat dan bugar, siap lahir dan batin untuk melakukan aktivitas dan tugasnya dengan baik. Multitalenta bisa digambarkan sebagai multiinteligence, baik cerdas dalam hal logika matematika, cerdas dari aspek bahasa verbal, cerdas dalam hal visual spasial, cerdas secara kinestetik, cerdas secara interpersonal, cerdas secara intrapersonal, dan cerdas secara natural.

Generasi emas yang kita bangun adalah generasi yang secara terus menerus mau mengembangkan diri dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta memiliki berbagai talenta. Aktif berarti giat dalam bekerja dan berusaha yaitu memiliki kemampuan individu untuk mengambil tindakan tanpa harus diperintah; mengerjakan sesuatu melebihi dari yang dipersyaratkan pekerjaan, dan menciptakan kesempatan-kesempatan baru. Spiritual lebih berkaitan dengan pengalaman keagamaan yang dianutnya. Generasi spiritual menunjukkan kepada generasi muda yang memiliki kualitas kehidupan rohani yang baik, taat menjalankan ajaran agama, taat beribadah, taat berdoa, menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang agama, tidak melibatkan diri pada minuman yang memabukkan, seks bebas, narkoba, maupun gerakan radikalisme.

C. Membangun Generasi Emas
Karakter generasi emas 2045 dapat dibangun secara utuh dan orisinil apabila berbasis IESQ, yakni kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan Intelektual (IQ) merujuk kepada kecepatan dan ketepatan aktivitas kognitif dalam memahami, menyelesaikan berbagai masalah, tantangan, dan tugas-tugas. Sedangkan kecerdasan emosional (EQ) merujuk pada potensi kemampuan personal dan interpersonal. Kemampuan personal meliputi kecepatan dalam memahami emosi diri sendiri, mengelola suasana hati, dan memotivasi diri sendiri.Kecerdasan spiritual (SQ) merujuk pada sifat-sifat mulia dan nilai-nilai kemanusiaan, kecerdasan yang berhubungan dengan masalah makna dan nilai. Pengembangan IESQ secara komprehensif merupakan prasyarat untuk membangun pola pikir esensial, sikap positif, dan komitmen normatif serta kompetensi abilitas.

Hal yang harus dipersiapkan adala dengan mewajibkan program Belajar  selama 12 Tahun (SD-SMA/K) dikarenakan Dasar hukum yang mengatur penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia pertama kali setelah kemerdekaan adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya UU No. 4 Tahun 1950 Dari Republik Indonesia Dahulu Tentang Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia; dilanjutkan dengan UU Nomor 2 Tahun 1989 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kebijakan tersebut juga dibarengi dengan pengangkatan guru SD secara besarbesaran, penyediaan berbagai jenis beasiswa, Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA), dan penyediaan pengadaan buku paket. Saat ini juga telah disediakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Beasiswa Bidikmisi, Beasiswa Unggulan, dan sebagainya.

Bahkan secara politik dan konstitusional, para wakil rakyat telah menyetujui alokasi anggaran bidang pendidikan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 49 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”. Maka dari itu, untuk menyongsong generasi emas Indonesia tahun 2045, sudah semestinya pemerintah segera mencanangkan Program Wajib Belajar 12 Tahun secara dengan harapan dapat meningkatkan daya tampung SMA/MA/SMK dan merata di seluruh wilayah NKRI sedemikian sehingga Angka Partisipasi Sekolah untuk penduduk usia 16-18 tahun mencapai angka di atas 90% melewati program wajib belajar 9 tahun sebelumnya.

Diakhir tulisan ini, saya ingin menekankan kembali bahwa pentingnya bila kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, insya Allah akan menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat berharga. Disiinilah peran strategis pembangunan dan pengembangan bidang pendidikan untuk mewujudkan hal tersebut menjadi sangat penting. Akan tetapi, sebaliknya, bukan mustahil kesempatan emas tersebut berubah menjadi bencana demografi (demography disaster) manakala kita tidak dapat menggarap dan mengelola dengan baik.