Pertanyaan ini sebenarnya bisa dijawab oleh mereka yang memiliki porsi keimanan yang lebih banyak daripada penalaran fisika/sainsnya. Sepertinya pertanyaan ini menandakan bahwa "bidang keimanan" belum menjadi keahlian saya, namun saya akan mencoba berdiskusi mengenai konsep waktu yang ada pada sains daripada agama.
Menurut pandangan fisika modern, waktu adalah sistem yang terikat dengan massa (bukan masa). Sistem yang berupa alam semesta tersebut merupakan wadah yang dibentuk oleh ruang dan waktu. Analogi sederhananya adalah seperti ketika kita sedang menyelam di dalam lautan, kemudian air di antara lengan dan kaki kita membentuk gelombang akibat menahan massa atau berat badan kita, nah alam semesta dapat dianalogikan sebagai lautan tersebut.
Fakta menariknya, alam semesta yang sedang bergelombang saat kita berenang menyelami lautan tersebut bukan hanya sekadar ruangnya (air) saja yang bergejolak melainkan waktu juga sebagai bagian dari penyusun alam semesta juga ikut terganggu. Seperti itulah, sistem waktu yang dapat kita pahami. Rumit bukan?
Bahwa waktu, tidak hanya tentang jam berapa sekarang. Bukan sekadar berapa lama kita menunggu jodoh kita datang. Bukan tentang siapa yang tertua dan termuda. Tidak juga tentang tadi atau nanti. Waktu pasti dapat terwujud ketika terdapat ruang yang terbentuk. Jika akhirat adalah ruang untuk manusia kelak, maka waktu pasti ikut mengikatnya.
Permasalahannya adalah jika waktu benar-benar eksis di akhirat kelak, bagaimana kita memandang hari demi hari di kehidupan tersebut? Seperti apa rasanya kita bisa hidup dalam umur yang sama? Bagaimana kita memandang hari ini, kemarin atau esok? Bagaimana bisa makhluk menjalankan "waktunya" dengan waktu yang berjalan tanpa batas? Bila seandainya diakhirat kelak, waktu terhenti.
Salah satu pemikiran yang lahir dari pertanyaan-pertanyaan di atas adalah bahwa bisa jadi makhluk yang hidup pada sistem yang akan datang itu tidak akan memaknai waktu sebagai waktu yang sekarang kita rasakan. Pandangan teoretisnya mirip dengan teori Titik Singularitas.
Hawking menegaskan bahwa alam semesta ini berawal dari sebuah titik tunggal sangat kecil yang disebut dengan titik singularitas. Singularitas berasal dari kata singular atau sebuah kondisi tunggal. Di titik awal terbentuknya ruang-waktu ini, seluruh forsa fundamental alam seharusnya masih berupa satu forsa tunggal. Kemudian seperti halnya ledakan bom nuklir, pecahnya sebuah forsa tunggal ini menjadi empat forsa alam menghasilkan ledakan yang maha dahsyat, dan mengakibatkan muncul teori Big Bang.
Bisa jadi hukum fisika yang kita kenal saat ini belum cukup dalam untuk menjawab pertanyaan tersebut. Oleh sebab itu, saat ini hipotesis saya untuk menjawab pertanyaan utama mengenai waktu adalah waktu akan tetap ada karena waktu merupakan sistem yang terikat dengan ruang untuk membentuk suatu dimensi.

Namun bila dipandang dari bidang keimanan, ternyata ada referensi ayat suci Al-Qur'an yang menjelaskan tentang perbandingan waktu di dunia dengan diakhirat, yang dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa waktu akan tetap ada namun hanya terasa lebih lambat maupun cepat. Berikut diantaranya:
وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ
Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al Hajj: 47). Oleh karenanya, setengah hari di akhirat sama dengan 500 tahun di dunia. 
Jadi, hipotesis sementara saya adalah bisa jadi kita akan hidup diakhirat, seperti ketika bangun dari tidur, seperti ketika kita tak mengingat mimpi-mimpi kita semalam atau kegiatan yang telah kita lakukan selama hidup. Tapi entah seperti apa "keindahan yang sempurna" itu rasanya akan datang, ketika nanti kita dapat berkesempatan berdiskusi di tempat itu, ingatkan saya tentang membahasa mengenai waktu ini ya, tetap gunakan waktumu sebaik mungkin biar tak menyesal!